Indonesia
adalah negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau. Indonesia diapit oleh
dua benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia. Posisi ini membuat Indonesia kaya
akan keanekaragaman hayati, baik tumbuhan maupun hewan. Mulai dari vertebrata seperti ikan, mamalia,
burung, amfibi, dan reptil sampai hewan
yang tanpa tulang belakang khususnya serangga. Hal ini juga didukung oleh kondisi daerah di Indosia yang
memiliki suhu sedang dan memiliki ekosistem yang kondusif.
Serangga
termasuk kelompok Arthropoda, memiliki keanekaragaman tertinggi. Salah satu
serangga yang banyak terdapat di Indonesia adalah Capung. Odonata atau capung
merupakan salah satu ordo di dalam kelompok Arthopoda. Jumlah capung yang
melimpah terutama terdapat di kawasan tropis seperti Indonesia karena di
kawasan ini terdapat berbagai macam habitat. Dari sekitar 7.000 spesies Odonata
yang telah terindetifikasi di seluruh dunia, di Indonesia terdapat sekitar 750 spesies
capung.
Capung
dapat digunakan sebagai parameter kualitas air dan pencemaran lingkungan. Selain
itu, capung juga dapat berfungsi sebagai serangga predator, baik dalam bentuk
nimfa maupun dewasa, dan memangsa berbagai jenis serangga serta organisme lain
termasuk serangga hama tanaman padi. Sehingga serangga penerbang ulung ini
perlu dilestarikan keberadaannya.
Odonata adalah kelompok serangga yang berukuran
sedang sampai besar dan seringkali berwarna menarik. Serangga ini menggunakan
sebagian besar hidupnya untuk terbang. Capung juga memiliki tubuh yang langsing
dengan dua pasang sayap, dan memiliki pembuluh darah jala. Selain itu capung
juga memiliki antenna pendek yang berbentuk rambut, kaki yang berkembang baik,
alat mulut tipe pengunyah, mata majemuk yang besar, abdomen panjang dan
langsing (Ansori).
A.
Klasifikasi Capung
Capung termasuk dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda,
klas Insecta, dan ordo Odonata. Ordo Odonata dibagi ke dalam dua subordo yaitu
Zygoptera dan Anisoptera. Kedua subordo ini memiliki beberapa perbedaan yang
dapat dilihat pada Tabel 1. Subordo Anisoptera memiliki tujuh famili, sedangkan
famili yang termasuk subordo Zygoptera sebanyak 19 famili seperti tertera pada
Tabel 2 (Hidayah, 2008)
Tabel
1. Perbedaan umum antara capung Anisoptera dan Zygoptera
No
|
Karakter
|
Subordo
|
|
Anisoptera
|
Zygoptera
|
||
1
|
Sayap
|
Sayap belakang relatif lebar, posisi
sayap horizontal ketika hinggap, penerbang ulung
|
Ukuran sayap sama dan menempit pada
bagian dasar, posisi vertikal ketika istirahat, penerbang lemah
|
2
|
Mata
|
Mata tidak memproyeksikan sisi kepala
|
Bentuk mata bulat dan menonjol
|
3
|
Ovipositor
|
Kebanyakan famili
memiliki ovipositor
yang tereduksi
|
Capung betina memiliki ovipositor
yang sempurna
|
4
|
Naiad
|
Naiad dilengkapi dengan insang
|
Bentuk naiad ramping dengan insang
kauda seperti dayung
|
Sumber
: William dan Feltmate dalam Hidayah(2008)
Tabel
2 Pengelompokkan famili berdasarkan subordo
No
|
Sub Ordo
|
Famili
|
1
|
Anisoptera
|
1. Aeshnidae
2. Gomphidae
3. Neopetallidae
4. Petaluridae
5. Cordulegastridae
6. Corduliidae
7.
Libellulidae
|
2
|
Zygoptera
|
1. Coenagrionidae
2. Megapodagrionidae
3. Hemiphlebiidae
4. Isostictidae
5. Platycnemididae
6. Platystictidae
7. Protoneuridae
8. Pseudostigmatidae
9. Lestidae
10. Lestoideidae
11. Perilestidae
12. Pseudolestidae
13. Synlestidae
14. Amphipterygidae
15. Calopterygidae
16. Chlorocyphidae
17. Dicteriastidae
18. Euphaeidae
19. Polythoridae
|
Sumber : William dan Feltmate dalam
Hidayah (2008)
B.
Habitat Capung
Habitat Odonata
menyebar luas, di hutan-hutan, kebun, sawah, sungai dan danau, hingga ke pekarangan rumah dan lingkungan
perkotaan. Ditemukan mulai dari tepi pantai hingga ketinggian lebih dari 3.000
m dpl. Beberapa jenis capung, umumnya merupakan penerbang yang kuat dan luas
wilayah jelajahnya. Beberapa jenis yang lain memiliki habitat yang spesifik dan
wilayah hidup yang sempit (Ansori).
Capung dewasa sering terlihat di tempat-tempat terbuka,
terutama di perairan tempat berbiak dan berburu makanan. Sebagian besar capung hinggap
pada pucuk rumput, perdu dan tanaman yang tumbuh di sekitar kolam, sungai,
parit atau genangan-genangan air lainnya. Capung melakukan kegiatan pada siang
hari ketika matahari bersinar. Oleh karena itu, ketika cuaca cerah, capung akan
terbang sangat aktif dan sulit untuk didekati. Pada dini hari, senja hari, dan
saat matahari terbenam, kadang-kadang capung relatif mudah didekati (Susanti
dalam Hidayah, 2008).
C.
Morfologi Capung
Capung memiliki mata yang mampu melihat ke segala arah
dengan dilengkapi mata majemuk, tiga oseli (William & Feltmate 1992) dan
bulu pendek menyerupai antena serta tipe mulut mandibulata (Gullan &
Cranston 2000). Toraks relatif kecil dan kompak (protoraks dan dua ruas toraks
lainnya berukuran kecil) dan pada permukaan dorsal terdapat pterotoraks yang
berada di antara pronotum dan dasar sayap yang terbentuk oleh sklerit-sklerit
pleura.
Capung memiliki tungkai relatif pendek yang merupakan bentuk
adaptasi untuk hinggap, menangkap dan menahan mangsa. Tungkai terdiri dari
trokanter dan femur kuat; tibia yang ramping tanpa taji dan tiga ruas tarsi.
Pada tibia capung famili Corduliidae dan Cordulegastridae terdapat beberapa
duri.
Keempat sayap Odonata memanjang dan terdapat banyak venasi.
Ukuran panjang sayap capung dewasa berkisar antara 2 cm sampai 15 cm bahkan
bisa mencapai 17 cm. Abdomen berbentuk memanjang agak silindris, terdiri dari
beberapa ruas, meruncing ke ujung. Abdomen Odonata mempunyai sepuluh ruas yang
bersifat fleksibel. Ruas pertama sampai kedelapan terdapat spirakel sebagai
alat bantu pernafasan bagi capung. Ukuran abdomen pada ruas pertama, kedua,
kedelapan, dan kesepuluh lebih pendek daripada ruas lain (Hidayah, 2008).
D.
Bioekologi Capung
Periode pematangan reproduksi capung terjadi selama dua
sampai 30 hari (Zygoptera) sedangkan periode pematangan subordo Anisoptera yang
berada di daerah iklim sedang berlangsung selama enam sampai 45 hari yang
dipengaruhi oleh jenis spesies, cuaca, lingkungan dan habitat. Masa reproduksi
berlangsung selama satu sampai delapan minggu. Periode pematangan berlangsung
sejak kemunculan naiad sampai kematangan seksual yang melibatkan; perubahan
warna tubuh, warna sayap, perkembangan alat kelamin, ukuran dan kemunculan
ektoparasit tertentu (tungau), dan pertumbuhan jumlah lapisan pada
endokutikula. Selama periode ini, capung dewasa menyebar tergantung tempat
bernaung dan keberlanjutan habitat. Masa reproduktif dimulai ketika capung
dewasa mulai menunjukkan perilaku seksual, oviposisi, dan periode terbang
(William & Feltmate dalam Hidayah, 2008).
Pada beberapa jenis, capung jantan yang siap kawin memiliki
kebiasaan untuk menguasai suatu ‘wilayah’. Capung jantan umumnya berwarna cerah
atau lebih mencolok daripada betina. Warna yang mencolok ini membantu
menunjukan wilayahnya kepada jantan lain. Perkelahian diantara capung-capung
jantan sering terjadi dalam memperebutkan wilayah masing-masing.
Bila ada seekor capung betina terbang mendekati salah satu
wilayah, maka jantan penghuni akan mencoba mengawininya. Capung melakukan
perkawinan sambil terbang, umumnya disekitar perairan ; dengan menggunakan
umbai ekornya, capung jantan akan mencegnkeram bagian belakang kepala capung
betina. Kemudian capung betina akan membengkokkan ujung perutnya menuju alat
kelamin jantan – yang sebelumnya sudah terisi sel-sel sperma. Keadaan ini
membentuk posisi yang menarik seperti
lingkaran yang disebut “roda perkawinan”. Setelah berhasil, sperma akan
memasuki tubuh capung betina dan membassahi telur-telurnya (Herin, 2011).
Anisoptera bersanggama sementara di penerbangan, laki-laki
mengangkat perempuan dalam udara. Zygoptera bersanggama sementara bertengger,
kadang-kadang terbang ke bertengger baru. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
kopulasi sangat bervariasi. Sanggama udara dapat berlangsung detik hanya untuk
satu atau dua menit. Bertengger sanggama biasanya berlangsung dari lima sampai
sepuluh menit. Persaingan antara laki-laki intraspecific untuk wanita adalah sengit.
Ia bahkan telah menemukan bahwa dalam beberapa spesies Odonata, laki-laki akan
menghapus semua sperma laki-laki saingan dari tubuh seorang wanita sebelum
mentransfer spermanya sendiri. Spesies ini dilengkapi dengan “sendok” di ujung
perut jantan yang digunakan untuk tujuan ini. (Herin, 2011)
Sebelum melakukan kopulasi, capung jantan memindahkan sperma
dari lubang kelamin primer pada ruas
abdomen kesembilan ke lubang kelamin sekunder betina. Ketika kopulasi, leher
capung betina atau protoraks dipegang dengan tungkai capung jantan dan sepasang
capung ini terbang menggunakan tandem yang biasanya digunakan untuk hinggap.
Capung betina membengkokan abdomen ke depan hingga mencapai lubang kelamin
sekunder pada jantan. Sebelum memindahkan sperma, capung jantan membersihkan
sisa sperma dari jantan sebelumnya yang terdapat pada capung betina. Kopulasi
berlangsung selama beberapa menit atau beberapa jam tergantung jenis spesies (Hidayah,
2008).
Daftar Pustaka
Ansori,
I. KEANEKARAGAMAN NIMFA ODONATA (Dragonflies) DI BEBERAPA PERSAWAHAN SEKITAR
BANDUNG JAWA BARAT. Bengkulu: universitas bengkulu.
FOBI.
(2010, Januari 27). Dipetik November 21, 2012, dari ODONATA:
http://www.fobi.web.id/fbi/v/odonata/
FOBI.
(2010, June 23). Dipetik NOVEMBER 21, 2012, dari CALOPTERYGIDAE :
http://www.fobi.web.id/fbi/v/odonata/f-cal/
Herin.
(2011, Maret 27). hae_ryn's blog. Dipetik November 21, 2012, dari ODONATA:
http://haeryn.wordpress.com/
Hidayah,
S. N. (2008). KEANEKARAGAMAN DAN AKTIVITAS CAPUNG (ORDO : ODONATA) DI KEBUN
RAYA BOGOR. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Indonesia Dragonfly Society. (t.thn.). Diambil kembali dari
http://indonesiadragonfly.wordpress.com/
No comments:
Post a Comment